DANA ALOKASI KHUSUS dan
UMUM
Dana Alokasi Khusus (DAK),
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.
DAK termasuk Dana Perimbangan, di
samping Dana Alokasi Umum (DAU)
DASAR HUKUM DAK
1. Undang‐Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah.”
2. Undang‐Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.”
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang ”Dana
Perimbangan.”
4. Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) tentang ”Penetapan Alokasi dan
Pedoman Umum DAK.”
5. Peraturan Menteri
Teknis/Kepala Lembaga terkait tentang ”Petunjuk
Teknis DAK masing‐masing bidang.”
6. Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang
”Pedoman Pengelolaan
Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah. “
7. Surat Edaran
Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No.
0239/M.PPN/11/2008,
Menteri Keuangan No. SE 1722/MK 07/2008, dan
Menteri Dalam Negeri
No. 900/3556/SJ tentang “Petunjuk Pelaksanaan
Pemantauan Teknis
Pelaksanaan Evaluasi DAK ”
4 permasalahan
dak selama ini :
1) Masih adanya kekurang-tepatan pemahaman tentang konsep
DAK baik di Pusat maupun di daerah;
2) Masih relatif kecilnya pagu nasional DAK dibandingkan dengan
kebutuhan;
3) Batasan penggunaan DAK sesuai peraturan perundangan yang
ada masih menekankan pada kegiatan fisik, sehingga kurang
dapat mengakomodasi kebutuhan
4) Masih terbatasnya kapasitas perencanaan DAK yang berbasis
kinerja, serta selaras dan terpadu dengan perencanaan sektoral
nasional;
5) Masih rendahnya akurasi data teknis yang diperlukan untuk
perencanaan dan alokasi DAK;
6) Formula alokasi DAK yang ada belum sepenuhnya dapat
kesesuaian antara nasional
Dana
Alokasi Umum (DAU)
adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom
(provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap
tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja
pada APBN, dan menjadi
salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Dana Alokasi
Umum terdiri dari:
Jumlah Dana
Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap
provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini
diatur secara mendetail dalam Peraturan
Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan
rumus/formulasi statistik
yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah
yang ada di setiap masing-masing wilayah/daerah.
Kutukan Sumber Daya Alam dan Perekonomian Indonesia
Natural resource curse
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan paradox yang
dihadapi negara yang memiliki sumber daya alam (natural resources) melimpah
(terutama yang tidak terbarukan atau non-renewable resources). Namun,
dari segi tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut cenderung
lebih rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang justru tidak memiliki
sumber daya alam. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang, seperti
di negara-negara miskin di benua Afrika dan Amerika Latin. Misalnya, kasus yang
dialami Nigeria yang memiliki kekayaan sumber daya alam berupa minyak bumi,
Republik Kongo yang memiliki sumber daya alam berupa intan, dan Pantai Gading
yang memiliki sumber daya alam berupa coklat. Umumnya, Negara-negara berkembang
tersebut mengeksploitasi sumber daya alamnya secara intensif dan menggantungkan
sumber pendapatan per kapitanya dari ekstraksi sumber daya alam tersebut.
Kegiatan ekstraktif tersebut biasanya tidak melibatkan penciptaan nilai tambah
(value added) yang besar karena hanya dilakukan sebatas mengekspor sumber
daya alam sebagai bahan baku (raw materials). Selain itu, kegiatan
ekstraktif dan eksploitasi secara berlebihan akan mengancam keberlanjutan dari
pembangunan ekonomi karena cepat atau lambat sumber daya alam itu bisa habis
sama sekali (depletable resources).
Lalu, timbul pertanyaan apakah
Indonesia sudah mengalami natural resource curse. Pertanyaan ini
timbul karena pada kenyataannya walaupun Indonesia memiliki sumber daya alam
yang melimpah, namun kemiskinan dan kesenjangan masih terjadi di berbagai
pelosok nusantara. Bahkan, di beberapa provinsi yang kaya sumber daya alam yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, masih banyak masyarakat yang hidup di bawah
garis kemiskinan. Salah satu contoh kasus yang paling banyak disoroti adalah
penambangan Freeport di Timika, Papua. Walaupun eksploitasi sumber daya mineral
oleh PT Freeport sudah berlangsung lama, secara umum pembangunan di provinsi
Papua masih cukup tertinggal daripada provinsi lainnya di Indonesia.
Sebagian pihak meyakini bahwa
Indonesia telah mengalami apa yang disebut sebagai natural resource curse.
Kasus Freeport di provinsi Papua merupakan salah satu contoh kasus yang
mendukung opini ini. Selain Papua, banyak provinsi lain yang mengalami hal yang
sama. Sebagai contoh lain adalah kasus penambangan timah di Pulau Belitung.
Eksploitasi secara intensif pada sumber daya timah yang ada di Belitung kurang
dapat memberikan kontribusi besar pada pembangunan di daerah, khususnya yang
terkait dengan pembangunan manusia (human development). Selain itu,
kesenjangan di daerah-daerah eksploitasi pertambangan cukup signifikan sehingga
kontribusi sektor ekstraktif terhadap kesejahteraan penduduk menjadi semakin
dipertanyakan. Maka dari itu, kerap timbul pandangan negatif terhadap
eksploitasi sumber daya mineral oleh perusahaan milik asing yang tak ubahnya
seperti pemiskinan
Sektor ekstraktif tidak selalu
berkaitan dengan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor ektraktif juga
mencakup sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan karena sektor ini juga
tidak melibatkan proses penambahan value added. Sektor perkebunan
kelapa sawit yang saat ini berkembang pesat di Indonesia salah satunya.
Indonesia selama ini terkesan hanya berfokus mengekspor produk berupa crude
palm oil (CPO) dan kurang mendorong pengolahan lebih lanjut dari hasil
perkebunan kelapa sawit menjadi produk olahan siap pakai. Fakta ini membentuk
asumsi bahwa di Indonesia, sektor ekstraktif memberikan kontribusi terbesar
bagi perekonomian nasional. Sebagian pihak pun menilai bahwa sektor ekstraktif
membuat proses transformasi terkait dengan industrialisasi dalam perekonomian
di Indonesia menjadi terhambat dan kurang berkembang.
Sebagian orang percaya bahwa
Indonesia belum mengalami apa yang dinamakan sebagai Dutch disease.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur di Indonesia
masih menjadi sektor yang menyumbang share yang paling besar dalam
pendapatan domestik bruto (PDB) di Indonesia (lihat grafik di bawah ini). Ini
membuktikan bahwa industrialisasi di Indonesia masih terus berlangsung. Hal ini
dapat dilihat di grafik 2 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan per
sektor dari sektor ekstraktif jauh lebih rendah dibandingkan dengan sektor
lainnya. Jadi, apakah Indonesia sudah mengalami natural resource curse atau
tidak masih menjadi bahan perdebatan.
OTONOMI DAERAH BANTEN
Hampir satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah di Banten,
tetapi provinsi ini masih menyajikan wajah yang kontras. Di tengah deru mesin
ekonomi industri di utara wilayah, tertumpuk ketimpangan di bagian selatan.
Apakah yang terlintas dalam benak Anda tatkala
mengasosiasikan nama Banten? Keraton Banten Lama-Surosowan, suku Baduy, atau
kawasan gersang tempat pabrik besar? Dalam bukunya, Potret Banten (2005), Ace
Suhaedi Madsupi menuliskan gambaran miris: ”Persepsi orang luar terhadap Banten
dan orang Banten adalah tradisional, kasar, miskin, dan bodoh.”
Ditambahkannya, meski sebagian wilayah Banten berkembang
dengan infrastruktur metropolitan, kenyataannya tidak mampu diakses bagian
terbesar warga Banten. Rakyat Banten, khususnya warga asli, masih menjadi
penonton, terpinggir di tanah kelahirannya karena ketidakmampuan ekonomi dan
ketimpangan akses kekuasaan.
Sosial ekonomi Banten yang digambarkan dalam buku itu empat
tahun lalu boleh jadi sudah berubah sebagian kini. Perubahan peta penguasaan
politik lokal, banyaknya investasi baru, dan perbaikan sarana sosial bisa jadi
menyiratkan gambaran yang kian positif dari tahun ke tahun. Lihat saja
pertumbuhan ekonomi kawasan ini yang mencapai 5,8 persen, relatif lebih tinggi
daripada pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengeluaran per kapita wilayah ini juga mengindikasikan kian
banyaknya kelompok masyarakat berpenghasilan menengah dari 2004 hingga 2008.
Tanpa mengabaikan inflasi tahunan, bandingkan produk domestik
regional bruto (PDRB) per kapita, berdasarkan harga berlaku, yang terus
meningkat, mencapai Rp 12,8 juta (2008) dibandingkan Rp 11,4 juta (2007), Rp
10,6 juta (2006), dan Rp 9,4 juta (2005).
Hasil jajak pendapat melalui telepon yang dilakukan Litbang Kompas
juga mencerminkan apresiasi atas berbagai kemajuan yang dirasakan masyarakat.
Kesempatan untuk menempuh pendidikan, memperoleh layanan kesehatan, dan
kelancaran transportasi adalah beberapa pelayanan yang oleh sekitar tiga
perempat bagian responden dinilai makin baik dan tetap baik. Sebaliknya,
kondisi jalan raya dan fasilitas umum adalah hal yang paling banyak memperoleh
penilaian tetap buruk dan makin buruk (sekitar 40 persen).
Tak sulit untuk segera mendapati persoalan yang tersimpan di
balik pertumbuhan bekas wilayah Kasultanan Banten yang pernah makmur pada abad
XVI ini. Sedikit saja bergeser posisi dari pusat kota menuju wilayah
tengah-selatan Banten, pemandangan dan suasana berubah.
Selain ruas jalan yang mirip kubangan kerbau, rumah sederhana
berbahan bilik atau kayu yang cenderung kumuh juga mudah ditemui. Menuju
selatan Banten melalui jalur Saketi-Malingping, apalagi jalur
Malingping-Wanayasa-Cigeulis, benar-benar mirip dasar sungai kering. Jika mau
memakai jalur ”tengah” melalui perbatasan Bogor-Sukabumi, tak dianjurkan karena
rawan.
Ketimpangan infrastruktur antarwilayah utara-selatan atau
barat-timur sudah menjadi persoalan klasik Banten. Kemampuan ekonomi per
wilayah di Banten memang sangat senjang dari pangkalnya. Dengan dasar harga
berlaku tahun 2008, PDRB per kapita Kabupaten Pandeglang sebesar Rp 6,4 juta
dan Kabupaten Lebak Rp 5,5 juta. Bandingkan dengan PDRB per kapita Kota
Tangerang Rp 29,1 juta (lima kali lipat) atau Kota Cilegon yang Rp 52,4 juta
(10 kali lipat)! Meski tidak semua kemampuan dan kemajuan ekonomi wilayah
tecermin dari PDRB, buktinya wilayah di selatan masih tertinggal.
Pertumbuhan
menurun
Sukses otonomi daerah juga bisa diukur dari angka pertumbuhan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam kajian ini, data yang diperbandingkan
adalah IPM 1996-1999 dan IPM 2000-2005. Persentase pertumbuhan sebelum otonomi
didapatkan dengan mengurangkan angka IPM 1999 dengan angka 1996 dibagi angka
harapan hidup 1996 dikalikan 100 persen.
Menggunakan pendekatan cara ini, meski secara absolut hampir
semua indikator IPM meningkat positif, laju pertumbuhannya selama 2000-2005
ternyata cenderung menurun dibandingkan dengan 1996-1999.
Pertumbuhan angka harapan hidup pada masa otonomi di Banten
ternyata turun dibandingkan dengan sebelum otonomi (1996-1999). Penurunan
pertumbuhan itu juga terekam untuk angka melek huruf, kecuali di Kabupaten
Tangerang.
Banyak hal memengaruhi pertumbuhan IPM di kota/kabupaten.
Perubahan konstelasi politik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pembenahan
sistem birokrasi, efektivitas lembaga legislatif, dan perilaku koruptif bisa
berkontribusi pada naik turunnya IPM.
Merunut pendapat mayoritas publik Banten dalam jajak
pendapat, korupsi, rendahnya tingkat pendidikan, dan permasalahan di lapisan
elite politik Banten adalah yang paling menghambat laju kemajuan wilayah ini.
Indikasi perilaku korupsi bukan menurun, justru kian marak, terbukti dari
diseretnya pejabat di pemda dan DPRD ke pengadilan
Peranan UKM Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia
Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, UKM dapat membuktikan
bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini
dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung
mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin bertambahnya
jumlah UKM setiap tahunnya. Pada tahun 2005 jumlah unit UKM sebanyak 47,1 juta
unit dengan proporsi 99,9 persen dari total unit usaha yang ada di Indonesia
dan pada tahun 2006 jumlah UKM meningkat menjadi sebanyak 48,9 juta unit.
Seiring dengan peningkatan jumlah usaha UKM, maka turut meningkatkan jumlah
tenaga kerja yang diserap. Pada tahun 2005, jumlah tenaga kerja yang diserap
UKM sebanyak 83,2 juta jiwa kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi sebanyak
85,4 juta jiwa. UKM menyerap 96,18 persen dari seluruh tenaga kerja di
Indonesia (BPS, 2007). Posisi
tersebut menunjukan bahwa UKM berpotensi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat
dan penggerak dinamika perekonomian.
Akan tetapi disisi lain, terdapat hambatan internal dan eksternal dari UKM. Sehingga hal tersebut
mengakibatkan produktivitas UKM sangat rendah dalam menciptakan nilai tambah.
Hal ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap PDB yang belum cukup tinggi.
Meskipun secara unit usaha merupakan usaha yang dominan di Indonesia, akan
tetapi sektor ini masih kalah bersaing dengan usaha besar yang jumlahnya sangat
sedikit, akan tetapi sumbangannya terhadap PDB sangat besar. Dalam menyikapi
hal ini, strategi pengembangan UKM yang dikaji yaitu dari sisi perbankan
melalui bantuan keuangan. Lembaga keuangan dalam sektor perbankan mempunyai
fungsi sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Hal tersebut
ditinjau dengan adanya Kredit Usaha Kecil (KUK) melalui Kredit Modal Kerja
(KMK) dan Kredit Investasi (KI). Jika fungsi dari kredit ini berjalan cukup
baik maka hal tersebut dapat menciptakan nilai tambah. Sehingga dalam
penelitian ini akan dilihat sejauh mana strategi pengembangan UKM dapat mempengaruhi kinerja UKM dari sisi penyerapan
tenaga kerja. Selain itu, dilihat bagaimana peranan UKM terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Pengertian UKM
Usaha Kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk
memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai
omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha
Menengah didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi
barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet
penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Menurut Departemen Perindustrian (1993) UMKM didefinisikan sebagai
perusahaan yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki total
asset tidak lebih dari Rp 600 juta (diluar area perumahan dan perkebunan).
Sedangkan definisi yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) lebih
mengarah pada skala usaha dan jumlah tenaga kerja yang diserap. Usaha kecil
menggunakan kurang dari lima orang karyawan, sedangkan usaha skala menengah
menyerap antara 5-19 tenaga kerja.
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum
adalah:
Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan
yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus
pengelola dalamUKM.
Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil
pemilik modal.
Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang
memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra
perdagangan.
Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan
sarana prasarana yang kecil.
Pandangan umum bahwa UKM itu memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang
tepat. Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi
ada pula yang tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan
kriteria entrepreneurship maka kita dapat membagi UKM dalam
empat bagian, yakni :
(1) Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari
kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak
memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal.
Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
(2) Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat
“artisan” (pengrajin) dan tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan).
Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.
(3) Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship. Banyak
pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori ini.
Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke
kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang
masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan
sub-kontrak dan ekspor.
(4) Fast Moving Enterprises
Ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini
kemudian akan muncul usaha skala menengah dan besar. Kelompok ini jumlahnya
juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan dua.
PERANAN UKM DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA
Peranan UMKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat
dilihat dari besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998 – 2002 yang
relative netral dari intervensi pemerintah dalam pengembangan sector sector
perekonmian karena kemampuan pemerintah yang relative terbatas, sector yang
menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari industry kecil, kemudian
diikuti industry menengah dan besar. Hal ini mengindikasikan bahwa UKM mampu
dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi pada masa akan dating.
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sector pertanian secara
absolute memiliki kontribusi lebih besar dari pada sector pertambangan, sector
industry pengolahan dan sector industry jasa. Arah perkembangan ekonomi seperti
ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan pendapatan yang semakin mendalam
antara sector yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap
tenaga kerja lebih sedikit.
PERAN UMKM DALAM PENCIPTAAN DEVISA NEGARA
UKM juga berkontribusi terhadap penerimaan ekspor, walaupun
kontribusi UKM jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi usaha besar
(table 5.1). pada tahun 2005 nilai ekspor usaha kecil mencapai 27.700 milyar
dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen terhadap total ekspor. Padahal pada
tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang sama sebesar 20.496 milyar dan
menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total ekspor. Artinya terjadi
peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada UK sedikit mengalami
penurun. Untuk UM, nilai ekspor UM juga meningkat dari 66,821 milyar di tahu
2002 (16,74%) naik menjadi 81.429 milyar dengan peranan yang mengalami penurunan
yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun 2005.
Berdasarkan distribusi pendapatan ekspor menurut skala usaha
(table 5.2), maka periode 2003 – 2005 sektor pengerak ekspor terbesar secara
total adalah industry pengolahan, dan penyumbang ekspor terkecil adalah sector
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus pada UK, penymbang
terbesar ekspor ekspor nonmigas adalah sector industry pengolahan yang diikuti
oleh sector pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan terakhir adalah
sector pertambangan dan penggalian. Sedangkan untuk UM sumbangan terbesar
terhadap ekspor adalah sector industry pengolahan.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut