Selasa, 31 Desember 2013

Pajak Penghasilan Umum

PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pendahuluan
Undang-undang No. 7 tahun tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajah Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajaknya subjeknya dimulai atau berakhir pada tahun pajak.
Undang-undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1.      a) orang pribadi,
b)      warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak,
2.      badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif,
3.      Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
1.      Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a.       Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
·         Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
·         Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.
b.      Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
1)      Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
2)      Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
3)      Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau pemerintah daerah, dan
4)      Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c.       Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2.      Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a.       Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
b.      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah :
Wajib Pajak dalam negeri
Wajib Pajak luar negeri
·         Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (tariff UU PPh pasal 17)

·         Wajib menyampaikan SPT
·         Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia

·         Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26)

·         Tidak wajib menyampaikan SPT.


Kewajiban Pajak Subjektif
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan berakhirnya pajak subjektif.

Kewajiban pajak subjektif
MULAI
BERAKHIR

Subjektif pajak dalam negeri orang pribadi:
v  Saat dilahirkan
v  Saat berada di indonesia atau bertempat tinggal di indonesia
Subjektif pajak dalam negeri badan:
v  Saat didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia

Subjektif pajak dalam negeri orang pribadi:
v  Saat meninggal
v  Saat meninggalkan indonesia untuk selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri badan:
v  Saat dibubarkan atau tidak bertempat kedudukan di indonesia

Subjek  pajak luar negeri melalui BUT:
v  Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia


Subjek  pajak luar negeri melalui BUT:
v  Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia

Subjek pajal luar negeri tidak melalui BUT:
v  Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia

Subjek pajal luar negeri tidak melalui BUT:
v  Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia

Warisan belum terbagi:
v  Saat timbulnya warisan yang belum terbag            i

Warisan belum terbagi:
v  Saat warisan telah selesai dibagikan



TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

1.      Kantor perwakilan Negara asing.

2.      Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :

·               Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
·               Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3.            Organisasiinternasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri keuangan no 661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana telah diubah terkhir dengan keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
·               Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
·               Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4.            Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam keputusan Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :

·                     Bukan warga Negara Indonesai.
·                     Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK
            Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

1.                  Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2.                  Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3.                  Laba usaha;

4.                  Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

a)                  Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b)                  Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c)                  Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d)                 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e)                  Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

5.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6.      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;

7.      Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8.      Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;

9.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10.  Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11.  Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12.  Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13.  Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14.  Premi asuransi;

15.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16.  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17.  Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18.  Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

19.  Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:

1.      Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.

2.      Penghasilan dari usaha atau kegiatan.

3.      Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.

4.      Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:

a)      Keuntungan karena pembebanan utang.
b)      Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c)      Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d)     Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Tidak termasuk objek pajak
1.      a. Bantuan atau sumbangan
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan instansi lainnya seperti: badan pendidikan, badan sosial,koperasi dll
2.      Warisan
3.      Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham.
4.      Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
5.      Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6.       Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25%
                          Dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan  
                           Saham tersebut                           
7.      Iuran yang diterima atau dana pensiun
8.      Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9.      Bagian laba yang diterima
10.  Penghasilan yang diterima perusahaan modal berupa laba
11.  Beasiswa
12.  Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13.  Bantuan atau santunan


DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak  untuk wajib pajak pada badan dihitung sebesar penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan )    = penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto – PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

Cara menghitung penghasilan kena pajak
Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1.      Menggunakan pembukuan
2.      Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhirembukuan

Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu penghasilan bruto dikurangi PPH .
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP

Untuk WP Orang Pribadi  besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP
Penaghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh

Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih , dan memelihara penghasilan termasuk:
1.      Biaya secara langsung dan tidak langsung
2.      Penyusutan atas pengeluaran
3.      Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4.      Kerugian karna penjualan
5.      Kerugian selisih kurs mata uang asing
6.      Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7.      Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8.      Piutang yang nyata
9.      Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur dengan peraturan pemerintah
10.  Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11.  Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12.  Sumbangan fasilitas pendidikan
13.  Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14.  Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1.      Pembagian laba
2.      Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3.      Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
a.      Cadangan piutang
b.      Cadangan untuk usaha asuransi
c.       Cadangan penjaminan
d.      Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
e.      Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
f.        Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
4.      Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
5.      Penggantian atau imbalan
6.      Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
7.      Harta yang dihibahkan
8.      Pajak penghasilan
9.      Biaya yang dibebankan
10.  Gaji
11.  Sanksi administrasi
12.  Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek PPH
13.  Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto

Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan Netto
Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan besarnya (persentase) NPPN
Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan secara terus menerus dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan mentri keuangan
Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun
2.      Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku
3.      Menyelenggarakan pencatatan
Contoh penghitungan pajak yang terutang (NPPN)
Diket: anto menikah ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang anak, anto seorang dokter bertempat tinggal dijakarta ia memiliki industri rotan. Misalnya besar presentase norma untuk industri rotan dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000 , penerimaan seorang dokter dijakarta setahun Rp. 100.000.000, hitunglah penghasilan netto?
Jawaban:
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000                      Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp. 100.000.000               RP. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto                                                      RP. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK                                       Rp. 21.120.000
Penghasilan kena pajak                                                          Rp. 73.880.000



PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
 Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah ;
1.      Rp.15.840.000,00 untuk wajib pajak orang pri badi
2.      Rp.1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3.      Rp.15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat
·         Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan
·         Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya
4.      Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus  serta anak angkat menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang )




TARIF PAJAK
Wajib pajak orang pribadi dalam negri
1.      Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak
Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00
5 %
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp 250.0000.000,00
15%
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp. 500.0000.000,00
25 %
Diatas Rp. 500.0000.000,00
30%

2.    Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
a.      Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk  penghasilan kena pajak  untuk wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap  Adalah sebesar 28 % .
b.      Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk  penghasilan kena pajak  untuk wajib pajak badan dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25 %
c.       Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya memperoleh tarif sebesar 5 %
d.      Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai dengan Rp.50.0000.000,00 mendapat fasilitas  pengurangan tarif 50 % yang dikenakan atas penghasilan kenapajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00.

Cara menghitung pajak
Rumus menghitung wajib pajak badan

Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17                                                                                                       
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17




Rumus menghitung wp orang pribadi
Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17                                                                                                      
= penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) -PTKP x tarif pasal 17
Catatan: untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada akhir tahun, penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.
Contoh:
Gunawan pada tahun 2010 mempunyai PKP sebesar Rp.241.850.600,00 besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh gunawan adalah:
Penghasilan kena pajak                                                                Rp.241.850.600,00
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :                                    Rp.2.500.000,00
5% x Rp.  50.000.000,00Rp.28.777.500,00
15% x Rp. 191.850.000,00                                                          Rp. 31.277.500,00
PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL
Pemotongan atau pemungutan PPh tetap dilaporkan dalam surat pemberitahuan ( SPT ), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya.
CARA MELUNASI PAJAK
Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1.      Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak yang meliputi:
a.      Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap masa pajak.
b.      Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak ketiga berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang selama tahun pajak, yaitu:
1)      Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh pasal 21)
2)      Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau lainnya(PPh pasal 22)
3)      Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan dharta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan penghargaan ( PPh pasal 23)
4)      Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri ( PPh pasal 24)
5)      Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP luar negeri ( PPh pasal 26)
6)      Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) untuk PPh 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.
2.      Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a.      Menbayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b.      Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan terutang tidak benar
(kesimpulan) Maksud baik pemerintah untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat pekerja melalui program stimulus fiskal berupa Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah (PPh Pasal 21 DTP) sepertinya belum ditanggapi sebagaimana yang diharapkan. Dalam beberapa kesempatan, Dirjen Pajak menyatakan realisasi PPh Pasal 21 DTP yang telah diberikan kepada pekerja masih jauh dari anggaran dalam APBN 2009 sebesar Rp.6,5 triliun. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor SE-64/PJ/2009 tanggal 7 Juli 2009, Dirjen Pajak menginstruksikan jajarannya untuk melakukan sosialisasi PPh Pasal 21 DTP kepada serikat pekerja, dinas tenaga kerja maupun asosiasi perusahaan terkait.

Yang Mendapat Stimulus
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.03/2009, PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja yang penghasilan brutonya dalam satu bulan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp.5.000.000. Pekerja yang mendapat stimulus fiskal ini adalah yang bekerja pada pemberi kerja tiga kategori usaha tertentu, yaitu pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan dan kehutanan, dimana didalamnya terdapat 74 sub sektor usaha, perikanan dengan 19 sub sektor usaha dan industri pengolahan yang mencakup 370 sub sektor usaha.

Pengertian pekerja, sebagaimana ditegaskan dalam SE-64/PJ/2009, termasuk pekerja di cabang perusahaan dan pekerja pada perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourcing) yang ditempatkan pada perusahaan pemberi kerja yang berusaha pada tiga kategori usaha tersebut di atas. Termasuk pula
pekerja pada pemberi kerja yang melakukan pekerjaan pengolahan barang berdasarkan pesanan (maklon) yang pekerjaan pengolahannya memenuhi kategori usaha industri pengolahan.

PPh Pasal 21 DTP diberikan mulai masa pajak Februari 2009 sampai dengan masa pajak November 2009. Sampai dengan masa pajak Juni 2009, PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada seluruh pekerja, baik yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun yang belum. Besarnya PPh Pasal 21 DTP yang diterima pekerja adalah sebesar pajak terutang berdasarkan tarif umum UU PPh dan tidak termasuk kenaikan tarif pajak 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki NPWP.

Hak PekerjaPPh Pasal 21 DTP wajib dibayarkan secara tunai pada saat pembayaran penghasilan oleh pemberi kerja kepada pekerja sebesar PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja. Sebagai contoh, seorang pegawai yang penghasilan brutonya sebulan Rp.5.000.000, dengan status menikah dan mempunyai 2 anak serta yang bersangkutan membayar iuran pensiun Rp.25.000 sebulan, PPh Pasal 21 yang terutang sebulan adalah sebesar Rp.153.750. Dengan adanya PPh Pasal 21 DTP, PPh Pasal 21 yang terutang tersebut tidak disetor pemberi kerja ke kas negara, tetapi diberikan kepada pegawai yang bersangkutan. Penghasilan pegawai akan bertambah sebesar PPh Pasal 21 yang terutang sehingga penghasilan yang diterima adalah Rp.4.975.000 (penghasilan bruto dikurangi iuran pensiun, tanpa ada pengutangan PPh Pasal 21).

Dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 kepada pekerja atau menanggung PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja, PPh Pasal 21 yang dirunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan kepada pekerja yang mendapat PPh Pasal 21 DTP. Dengan menggunakan contoh tersebut di alas, apabila selama ini PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan maka dengan adanya PPh Pasal 21 DTP penghasilan yang diterima pegawai menjadi sebeur Rp.5.128.750 (penghasilan bruto dikurangi iurang pensiun ditambah PPh Pasal 21 yang terutang).

PPh Pasal 21 DTP, berapapun jumlahnya, adalah hak pekerja yang pemenuhannya dilaksanakan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja. Dengan mekanisme pembayaran seperti ini, mestinya pekerja akan menuntut haknya kepada pemberi kerja jilca selama ini penghasilannya tidak ditambah dengan PPh Pasal 21 DTP Apabila selama ini pekerja tidak mempermasalahkan haknya, salah satu sebabnya mungkin adalah karena ketidaktahuan adanya stimulus fiskal ini. Pada sisi lain, pekerja juga harus diberikan pengertian bahwa penambahan penghasilan ini terbatas jangka waktunya, yaitu hanya dari masa pajak Februari sampai dengan November 2009, sehingga mulai masa pajak Desember 2009 dan seterusnya tidak akan ada lagi tambahan penghasilan dari PPh Pasal 21 DTP (Didik Budi Waluyo, Konsultan Pajak DBW Tax Consulting Penyelenggata Training Perpajakan, Koran Tempo Rabu 2 September 2009)


3 komentar:

  1. Terimakasih blognya sasngat membantu sekali..

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas informasinya,

    Belajar akuntansi dan Perpajakan ?

    Kunjungi : catatanilmupenaku.blogspot.com

    BalasHapus
  3. terimaksihh materi ini sangat membantu sekali bagi saya, terus berkarya dan jangan pernah berhenti

    BalasHapus